Refleksi Sumpah Pemuda di Era Milenial

sumpah pemuda

Penulis : Nuryadi, S.H, MM

Sumpah Pemuda merupakan satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia yang sakral. Ikrar Sumpah Pemuda ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita – cita berdirinya negara Indonesia. Sumpah Pemuda juga merupakan suatu pengakuan dari pemuda-pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Sumpah Pemuda yang di ikrarkan pada 28 Oktober 1928 di Batavia (sekarang Jakarta) merupakan hasil keputusan Kongres Pemuda Kedua yang dilakukan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928.

Pada hari ini 28 Oktober 2024 kita kembali memperingati hari sumpah pemuda. Di sini kita bisa melihat betapa besarnya peran pemuda dalam kemerdekaan Indonesia, pantas jika dikatakan pemuda adalah penentu maju mundurnya suatu negara. Sebab, terbukti sejak dulu kala, sekarang dan yang akan datang sesuai dengan fitrahnya pemuda merupakan tulang punggung negara, penerus estafet perjuangan terhadap bangsanya.

Banyak juga yang mengatakan bahwa pemuda sekarang ini adalah generasi milenial. Dapat diperkirakan bahwa generasi milenial yang dimaksud memiliki rentang usia 17 sampai 37 tahun. Generasi milenial memiliki sikap yang sangat toleran terhadap sesama. Karena pengaruh dari globalisasi yang sangat cepat. Di mana anak muda dapat berinteraksi dengan manusia lainnya dari berbagai belahan dunia. Arus globalisasi berhasil menciptakan interaksi langsung dan tidak langsung yang lebih luas antar umat manusia, yang tidak mengenal batas-batas antara negara satu dengan negara yang lain.

Oleh sebab itu, globalisasi membuat generasi milenial menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan, wawasan mereka terhadap keberagaman pun menjadi lebih luas sehingga timbul sifat toleran yang cukup tinggi dari generasi ini. Generasi penerus bangsa, generasi milenial di Indonesia tidak boleh kalah dalam persaingan dengan anak-anak muda dari negara lain.

Dalam situasi kehidupan modern sekarang ini, siapa pun tidak bisa disalahkan dan menyalahkan bahwa kehidupan di kota-kota besar yang terlihat serba mewah dan mengundang hasrat keinginan setiap orang. Anak-anak muda yang ingin memperluas pengetahuannya untuk mengadu nasib hidupnya dengan melakukan urbanisasi dari desa ke kota. Secara umum, pemuda-pemuda yang tamat sekolah lanjutan atas, akan melanjutkan studi atau mengadu nasib untuk mencari kehidupan baru dengan penuh harapan ada perubahan lebih baik daripada kehidupan di desanya.

Sejalan dengan perkembangan zaman dan perubahan sejarah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan masyarakat kota dan masyarakat desa memang sangat modern. Di kota-kota besar misalnya, masyarakat hidup di antara sekitar gedung bertingkat yang tingginya seperti mencakar langit. Kesemuanya itu mengundang perhatian orang untuk berbaur hidup agar saling berhimpitan di setiap sudut kota tersebut.

Jika kita renungkan bersama, misalnya mampukah kita sebagai pemuda-pemuda desa yang ingin melakukan perantauan ke kota-kota besar itu dengan ilmu yang masih sangat sedikit bisa menaklukkan dunia? Seperti halnya menggapai kota besar yang penuh dengan ragam budaya dan tantangan, pasti mempunyai jaringan sosial yang bisa menjadi tumpuan dan jembatan untuk menggapai cita-citanya tersebut.

Oleh karena itu, sadarlah wahai para pemuda-pemuda Indonesia khususnya generasi muda yang saat ini harus memperjuangkan nasib untuk meraih cita-cita kalian. Dengan melihat sejarah kita sebelumnya dan kenyataan hidup yang sekarang, mari kita lawan dan bangkit dari rasa keterpurukan yang sering menghampiri kita sehari-hari. Milikilah sikap keberanian dalam mengambil setiap keputusan dan mari kita tingkatkan rasa tangguh dan semangat demi meraih masa depan kita yang lebih gemilang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *